every word, every move, every expression has its own meaning. here I'm noting it.

Wednesday, February 9, 2011

Green Tea Manga

My SuperShort Story, Green Tea, has been made into a manga or comic by my friend in ISI Denpasar, Suma Bagia aka Kazeharu Ai, for our artwork in an exhibition September 2010 in ISI Surakarta Solo.
Here's the comic.
Ah, and domo arigato, Suma-kun! ;)








Original Story by Me
Illustrations by Suma aka Kazeharu Ai

Green Tea

BUGH.
“Wei, kena orang tuh!”
“Hah? Masa?!”
“Yaelah, itu orangnya udah jatuh gitu masa gak keliat?”
“OIYA! Waduh, sori, sori!!”
Brengsek, aku memaki, kemudian kehilangan kesadaran.


Aku merasa tubuhku diseret. 
“Jangan gitu lah, diangkat dong, angkat!“
“Dia berat tahu, gak kuat.”
Asem, udah bikin aku pingsan gini padahal!
“iya, iya, ini aku gendong dah,“
Bagus.
Aku merasa tubuhku diangkat.
Gila, hebat juga anak ini bisa gendong aku.
GABRUK.
SAKIT goblok!
“Ya ampun, kok khey naruh dia kayak lempar kardus ke lantai sih?”
“Hehe, dia berat tahu,“ aku mendengar dia cengengesan.
Asem memang orang ini. Sudah seenak jidat—ADOH!
“Jangan dibanting gitu kenapa sih? Baringkan dia pelan-pelan dong! Khey gak pernah ikut pramuka ya?”
“Hehe, sori, sori.“
DUDUL, sumpah, kalo nanti aku uda sadar aku bakal gebukin orang ini!
Oh, kepalaku di kasih bantal. Baik juga dia, aku ralat dah kali—UGH!
“Ya ampun, khey ini! Benjolnya jangan dipencet-pencet gitu dong.“
“Hehe, cuma iseng meriksa kok, bener apa gak dia benjol gara-gara bolaku.”
Orang ini memang bener-bener minta digigit!
“Tungguin dia ya, ampe dia sadar. Awas kalo gak!”
“Siap, bos!“ 
Buset, aku ditinggal berdua sama suku barbar ini!?!
Uh, kepalaku pusing…


Aku merasakan sensasi sejuk di pipiku.
Sudah berapa lama aku pingsan?
Aku membuka mataku dan terpaku.
Kukira aku dibiarkan tergeletak di pinggir lapangan, tertidur entah di atas tas milik siapa...
“Hai,“ dia bangun, mengusap-usap matanya ngantuk. “Ah, aku ketiduran. Sori ya tadi, bola home-run-ku kena kepalamu. Pasti sakit sekali ya.“
Dia tersenyum. 
Astaga. Cewek barbar ini kok manis?
Seketika aku lupa sumpahku yang tadi.
Lalu aku tidur di atas…
“WAAAA!!!” seruku, melompat bangun. Aku tadi tertidur di atas pangkuannya!!
Dang!
“Sori, sori,“ dia cengengesan lagi, wajahku terasa panas.
“Ugh...“ aku berusaha menghilangkan rasa maluku. “Iya, gak pa-pa.“
“Kamu jangan berdiri lama-lama, nanti pusing lagi lho, duduk aja dulu,“ dia menepuk-nepuk bangku taman, jelas, menyuruhku duduk. 
Aku menurutinya.
“Nih, minum,“ dia mengulurkan sebotol green tea. Green tea yang tadi menempel di pipiku.
“Trims.“ aku mengambilnya, dan dia tersenyum lagi.
Cewek barbar yang tenaga pukulannya superkencang begini kok bisa punya lesung pipi semanis itu?!!?
“Oya, namamu siapa?“
“Ha? Oh, Ian. Kamu?“
“Green tea,“ dia nyengir, aku melongo. “Hehe, green tea bahasa Jepangnya ocha. Namaku Ocha.“
“Ooh...“

dia manis.
tapi barbar.
tapi aku deg-degan.

dia lucu.
tapi punya tenaga monster.
tapi aku deg-degan.

Ugh, sialan.

dia bikin aku pingsan....
satu-satunya cewek yang bikin aku pingsan.....

oh, shoot.

green tea aka Ocha,

i guess i've fallen...





Erinda Moniaga
April 18, 2010

Espresso Brownies

“Kamu kenapa?“
Ya ampun, aku malu sekali!
Terpergok sedang menangis menggerung-gerung di satu sudut parkiran kampus oleh seorang mahasiswa.
Aku buru-buru menyeka air mataku dengan tangan, namun sayangnya itu tidak cukup, air mataku masih deras mengalir.
“Nih, pakai ini,“ dia mendekat, memberikan sesuatu padaku.
Handuk.
Aku mengangkat wajahku, menatap handuk, ragu-ragu.
“Belum aku pakai kok,” dia menambahkan.
Aku tidak berani mengambilnya.
“Dasar aneh, nih, pakai aja,“ cowok itu berjongkok, menyeka air mataku dengan handuknya, tidak kasar. “Ngapain nangis di sini? Jangan nangis dong.“
Huwaaa, mendengar kalimat begitu, tangisanku malah membanjir.
“Eh, eh, kok malah nangis lagi?!?!“ dia terdengar panik.
Bodo! Pokoknya aku mau nangis sepuas hati!
“Aduuh, jangan nangis dong, nanti dikira aku yang membuatmu menangis.“
Aku tidak menghiraukannya. Kebingungan, dia tidak tahu harus melakukan apa.
“Hei, tunggu di sini,“ katanya tiba-tiba. “Aku segera kembali.“
Tangisanku agak mereda saat cowok itu kembali entah dari mana.
Dia memberiku sesuatu berbungkus plastik. “Makan aja, bisa bikin tenang kok.“
Pikiranku masih kacau, kuturuti saja perkataannya. Bahkan tanpa melihat apa bendanya, aku menggigitnya. Memang kelaparan juga sih.
Kue cokelat? “Apa ini?“ aku bertanya padanya, benar-benar melihatnya sekarang.
Cowok itu menyahut enteng, “Espresso brownies. Enak kan?“
“Pahit,” ujarku. “Beli di mana?“
Cowok itu terkekeh pelan. “Masih agak pahit ya? Aku yang buat.“
Gak mungkin, cowok bikin kue? Aku lantas tertawa. “Bohong.”
“Tuh, bagusan kamu ketawa,“ dia nyengir.
Ah. Aku tertegun. Barusan itu aku dihibur?
“Gini ya, aku bukannya mau ikut campur, tapi jangan nangis sendirian. Di tempat kayak gini lagi. Kamu tahu ini jam berapa? Ini sudah jam enam sore. Kalau mau menangis, di rumah saja, jangan di sini. Bahaya.“
Aku sebal, tidak suka dinasihati. Dengar alasanku saja belum, sudah diceramahi.
Aku cemberut. Dia malah mendengus geli.
“Hei, dengar ini,“ katanya, berdiri. Aku langsung melihatnya, mencari tahu apa maksudnya dengan kata ‘dengar ini’. Oh, dia membawa terompet. Dia memakai topi, dan pakaiannya bukan pakaian untuk kuliah. Seperti pakaian untuk latihan.
Kemudian aku mendengar sebuah lagu. Lagu yang biasanya jadi nada tunggu di telepon zaman dulu. Tapi dia memainkannya dengan baik. Suara yang keluar dari terompet itu bersih, tegas, ceria. Membuatku merasa gembira.
Saat dia selesai, aku bertepuk tangan, spontan.
“Keren.“
“Makasi,“ cengiran merekah. Cengiran yang agak berpuas diri juga usil.“Merasa baikan?“
Jujur saja, “Ya. Trims.“
Kenyataannya dia membuatku melupakan masalah-gak-pentingku-yang-menyebalkan tadi sama sekali. 
Dia melirik jam tangannya lalu berseru kaget, “Sudah jam segini! Aku pergi dulu ya! Habiskan itu brownies dan segera pulang! Awas kalau tidak!“ ancamnya, berlalu pergi tergesa.
Kugigit browniesku. Pahit, tapi semakin lama semakin manis.
Iya, manis.
Aku baru ingat kalau handuknya masih kubawa.
Sialan.
Aku harus kembalikan ke dia!!

Aku tahu kampusku ini terdiri dari banyak fakultas.
Wajar saja sih kalau tidak mudah menemukan dia.
Menyebalkan.
Aku belum mengucapkan terima kasih dan belum mengembalikan handuknya.
Kira-kira dia ada di fakultas mana ya?

Aku melintasi parkiran kampus saat aku mendengar sayup-sayup suara terompet.
Suara itu menarik perhatianku.
Aku mengikuti arah datangnya suara dan menemukan seseorang sedang bermain terompet, sendirian di ujung lain lapangan parkir.
Sosoknya familier.
Itu dia bukan ya? Aku menyipitkan mataku.
Dan tiba-tiba saja dia berhenti main terompet dan menoleh ke arahku.
Gyaaa, kepergok lagi!
“Hai, cewek cengeng,“ dia menyapaku. “Sudah gak nangis lagi sekarang? Ngapain ke sini?“
Nada bicaranya menyebalkan sekali, bikin jengkel.
“Memangnya harus ada alasan ya?“ balasku.
“Oh, iya dong. Aaa, aku tahu. Kamu pasti nyariin aku.”
Pede banget ini orang!! GRR, dia sengaja cari gara-gara.
“Gak! Gak ada perlu apa-apa kok, kebetulan aja lewat sini,“ kataku ketus, dia nyengir. NGAPAIN DIA NYENGIR? Menyebalkan!!! “Sudah ya, aku gak ada urusan.“ aku berbalik, jalanku jadi menghentak-hentak saking sebalnya.
“Oi, oi, terus handuk di tanganmu mau kau apakan?“ suaranya mengejek.
SUARANYA MENGEJEK DAN ITU SANGAT MENYEBALKAN.
Aku balik lagi menghadap dia dan KENAPA DIA NYENGIR SELEBAR DAN SEMENYEBALKAN ITU?
“Ayolah, ngaku saja,“ dia godain aku ya?!? “kamu nyariin aku kan?“
Batas kesabaranku diuji. Sabar, sabar...
“Kamu naksir aku kan?“
GRRRR. Kulempar handuknya ke mukanya!
“Oi!“ katanya, “cantik-cantik galak amat.“
Aku malas menyahuti dia!
GRRRR.
Mending pulang saja deh!
“Hei,“ panggilnya.
Aku menoleh, menjawab galak, “APA?!“
“Besok ke sini lagi ya,“ ujarnya, sekarang dia terlihat seperti cowok baik hati yang kemarin, bukan menyebalkan seperti tadi. “Nih,“ dia melemparkan sesuatu, refleks kutangkap.
Kue itu lagi. Espresso brownies.
“Buat apa aku ke sini besok? Terus ini buat apa?“ aku menimpali, masih galak.
“Kalau masih terasa pahit, lapor ya.“
IDIH, memangnya dia siapaku?!
Melihat ekspresiku, ekspresinya berubah lembut.
“Aku pengen ketemu.“
Aku diam.
Serius atau bercanda sih?
"Dahhhh!" dia melambai penuh semangat sementara aku pergi.

Aku memutuskan untuk mencoba brownies itu.
Pahit-pahit manis.
.....
Enak.

Mungkin besok aku datangi saja lagi....

Hehe.






30-31.03.2010
12.01 pm



-Erinda Moniaga-

Gelato

Pertama kali aku melihat dia adalah di gelato booth depan rumahku.
Gadis berkulit sawo matang berambut pendek sebahu yang manis.
Dia membeli gelato dengan cone dan dengan sumringah memakannya.
Wajahnya tak bisa kulupakan.

Jujur saja, aku tidak suka gelato.
Apa sih enaknya gelato?
Apa bedanya dengan es krim biasa?
Hanya nama, mahal pula.

Esoknya kulihat dia lagi!
Tentu saja di gelato booth seberang sana
Membeli gelato lagi!
Dia suka gelato ya?

Aku kehabisan hitungan.
Setiap sore dia selalu ada di sana.
Membeli gelato dengan riang gembira.
Sebegitu sukanya?
Aku jadi penasaran.

Satu sore aku mampir.
Dia ada di sana, berdiri dengan satu jari di bibir, alis menyatu tanda berpikir.
Aku berdiri di sisinya, pura-pura ikut memilih.
Kudengar dia menghela napas seraya bergumam, 
"pilih yang mana ya?"
Aku spontan menoleh ke arahnya.
Dia menoleh ke arahku, nyengir.
"Bingung pilih yang mana, semua enak," suaranya melengking manis.
"Vanilla enak," aku mendengar diriku menyahut.
"Benarkah? Oh ya, aku belum mencobanya. Trims, " dia tersenyum.
Senyumannya mengusikku.
Astaga.

Hari-hari berikutnya aku tidak melihatnya menyambangi gelato booth itu lagi.
Seharusnya itu bukan urusanku.
Lalu mengapa aku kepikiran?
Ada yang kurang rasanya....

Aku tidak suka gelato, lalu apa yang kulakukan di booth ini???
Sungguh, aku merasa bodoh sekali.
Petugas di konter menyapaku,
"Mau beli yang rasa apa, Bli?"
Sial, aku bodoh datang ke sini!!!
Aku menggerutu sebal seraya berkata, "Vanilla."
Aku menggigit gelatoku.
Manis. Lumer di lidah, mendinginkan hatiku.
Menyegarkan.
Inikah yang dia rasakan setiap memakan gelato?

Setelah itu, aku jadi rajin datang ke sana.
Sumpah, aku bodoh sekali.
Padahal yang kucari tak kunjung ada.

Aku baru mau menyuap gelatoku ketika (akhirnya) dia datang.
DEG. Jantungku mulai berdetak tidak karuan.
Apa maksudnya?!?!
"Hai. Kamu yang dulu itu kan?" dia menyapaku dan bahkan mengingatku!
Jantung ini berdetak makin cepat.
ARRGHHHHH.
"Sering ke sini?"
"Belakangan ini," jawabku kaku.
"Gelato di sini memang enak. Kau suka rasa apa?" dia melanjutkan, ramah.
"Vanilla."
"Wah, sama!" dia menunjukkan senyumannya, hatiku berdesir.
Dia membeli gelato yang sama denganku, rasa vanilla.
Persis ketika dia hendak melangkah keluar, tiba-tiba turun hujan, tetapi tidak deras.
"Yaahh, hujan."
Aku mendekatinya.
Jantungku serasa mau meledak.

Yang kutahu berikutnya,
aku dan dia berjalan berdampingan di bawah payung di tengah hujan gerimis.

Sampai dirumahnya, yang tidak begitu jauh dari gelato booth, dia mengucapkan terima kasih.
"Sama-sama," sahutku.
"Daaahhhh!!!" dia melambai, aku mengangguk kemudian berbalik pergi.
Tidak rela sebenarnya.
"Sampai jumpa besok!" teriaknya.
Aku berpaling.
Kulihat dia tersenyum lebar.

Gila.
Aku harus segera ke rumah sakit untuk memeriksakan jantungku.

YESSSSSS!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!




29.03.2010
10.26 pm




-Erinda Moniaga-

Caramel Java Chip

~The Girl~

"Caramel java chip!"
aku bergegas ke konter dan kemudian terdengar suara BRAK serta DUK.
"ouch!" teriakku dan seseorang bersamaan.
dahi kami bertabrakan.
kacamataku terjatuh dan semua berubah buram.
aku berjongkok dan berusaha menemukan di mana kacamataku berada.
aku melihatnya di dekat kaki orang kutabrak dan cepat-cepat mengambilnya.
dan dunia malah semakin buram tidak karuan.
"Maaf, Mbak, itu kacamata saya."
Aku menengadah, wajah di depanku masih samar.
kulepas seraya berkata, "Maaf."
dia tersenyum lalu menyerahkan kacamataku.
"Maaf sudah menabrakmu. Kamu pesan caramel java chip juga?"
Aku mengangguk, belum mengenakan kacamata, sibuk mengelap lensanya.
Lalu gelas frappucino masuk ke titik fokus mataku.
"Silakan duluan," katanya, dengan suara yang kuasumsikan ramah karena aku belum melihat wajahnya.
Kuterima gelas itu lalu berbalik dan berkata, "Trims!"
"Kembali!"
Saat itu tak kuduga aku akan menyesal karena tak mengenakan kacamataku.


~The Boy~
Gadis yang aneh.
dia masuk ke kedai ini dengan ransel yang terlihat begitu berat seolah-olah membuat punggungnya bungkuk.
kini dia berlalu pergi seperti dikejar-kejar sesuatu yang mendesak.
ada apa gerangan?
aku hampir menginjak sesuatu ketika memutar badanku.
sebuah notes berukuran 15x10cm dengan sampul hijau zamrud.
kuambil seraya membukanya.
kulihat tulisan dengan huruf bulat-bulat rapi di sana.
tertulis namanya di kolom nama dan informasi lainnya,
tak kusadari senyumku tertarik.
petugas konter berteriak, "Caramel java chip!" 
kukantongi notes itu sementara mengambil kopiku.
akan kutunggu dia.


~The Girl~
aku merasa canggung duduk di pojok kedai ini.
rasa-rasanya ada yang mengamatiku.


~The Boy~
kurasa dia tidak mengingatku sama sekali.
kenapa bisa?


I.
Selama seminggu, tujuh hari berturut-turut si gadis dan si lelaki mengunjungi kedai itu
Dan selalu duduk di pojok yang berlawanan.
berhari-hari telah berlalu namun si gadis seolah lupa akan notesnya yang bersampul hijau zamrud
Dia rajin menyambangi kedai kopi tersebut, memesan caramel java chip favoritnya
Tanpa menyadari bahwa lelaki di sudut sana mengamatinya gemas sekaligus penasaran.

II.
Laki-laki itu tak bosan-bosan memandangi si gadis dari ujung berlawanan, 
Memperhatikan apa saja yang dilakukan si gadis
Bagaimana ekspresinya saat membaca buku-buku diktatnya
Bagaimana dahinya mengerut saat berpikir keras
Bagaimana lesung pipi perlahan muncul saat bibir si gadis tersenyum
Tak disadarinya, hatinya tertawan

III.
Si gadis selalu mengagumi punggung lelaki berkacamata yang setiap hari dia lihat dari sudutnya
Lelaki itu mencangklong pipa tempat membawa gambar
Pasti dia mahasiswa teknik
Kadang-kadang dia memberanikan diri melirik dari sudut matanya, melihat apa gerangan yang sedang dia kerjakan di sudut sana
Mata cokelat dibalik kacamatanya bersinar 
Suaranya dalam dan familier
Si gadis merasa pernah mendengarnya entah di mana
Tiap hari, dia selalu meliriknya, sembunyi-sembunyi

IV.
Akhirnya mereka mengadakan janji untuk bertemu lewat telepon
Karena si laki-laki sudah tidak tahan dan gemas
Penasaran sekaligus gelisah
Menunggui dan tanpa sadar mengamati hingga tidak mampu beralih
Sedang si gadis tercenung sendiri menerima telepon dari seorang lelaki dengan suara dalam dan familier itu
Keduanya menanti sepenuh hati pada hari mereka bertemu


~The Girl~
Okelah, sudah satu jam lebih aku menunggu di sini 
Haruskah aku pergi saja?
Jangan-jangan aku sudah dibohongi.
Tapi memang benar ciri-ciri notesku yang hilang yang dia sebutkan
Dan suaranya mengingatkanku padanya, si cowok berkacamata
Tunggu atau kutinggalkan saja?


V.
Hampir saja si gadis beranjak meninggalkan tempat duduknya, 
Ponselnya berbunyi nyaring,
“Maaf, maaf, ini aku. Apa kau masih di sana? Kelasku selesai lebih lama hari ini. Maaf.“
Si gadis tak mengerti mengapa hatinya justru melambung ketika mendengar suaranya.
“Masih. Di mana kau?”
“Aku sudah sampai.“
“Beritahu aku ciri-cirimu.“
Saat mengatakan kalimat itu, di sisi si gadis berdirilah laki-laki berkacamata yang saban hari diamatinya di kedai kopi.
Peluh bercucuran, satu tangannya menggenggang ponsel di telinga, satunya lagi memegang notes bersampul hijau zamrud.
Saking kagetnya, sesaat si gadis tak mampu berbicara.
Di adalah laki-laki yang dulu ditabraknya.
“Maaf membuatmu menunggu,“ kata si laki-laki, eskpresi wajahnya sarat rasa sungkan.
“Tidak apa, aku tahu kau akan datang,“ sahut si gadis.
“Aku selalu mengamatimu di dalam kedai kopi.“
“Aku juga.“
Jeda sepersekian detik. Mata dengan mata memandang.
“Bolehkah aku berkenalan denganmu?“
“Tentu saja,“ balas si gadis, dengan mata berbinar-binar

Mata mereka saling menatap sementara tangan mereka berjabat.

Ada kehangatan di dalam sana.





28.03.2010
08.36 pm

-Erinda Moniaga-

Yogurt

Aku menerima semangkuk plastik yogurt yang disodorkan padaku dengan senyum.
Kukatakan terima kasih padanya yang berdiri di balik konter.
Hanya sebatas itu, dan kulahap yogurtku sambil lalu.
Tak kuingat seberapa sering aku mengunjungi tempat itu
Hanya untuk membeli yogurt.
Tak kuingat seberapa sering dia bertugas di sana.
Saat itu, aku tak menggubrisnya sama sekali.

Lambat laun kukira aku mengingatnya yang berdiri di balik konter
Dan kurasa diapun begitu
Tanpa kusebutkan namaku, dia telah merekamnya dalam memorinya,
Terucap secara refleks
Dan kuterima mangkuk plastikku.
Ada yang janggal, apa ya?
Baru kusadari dia menambah topping-nya ketika yogurt sudah setengah jalan kuhabiskan.
Aku menoleh dan mendapatinya tersenyum.
Untukkukah?

Ah, dia hapal dengan topping favoritku
Tercetus begitu saja dari bibirnya
Aku pun tertawa pelan
Kukatakan terima kasih
Di balik kertas tissu alas mangkuk plastik baru kusadari ada pesan yang tertulis ketika aku hampir membuangnya.
Yang tertulis di sana membuatku tersenyum geli.

Astaga, aku begitu ceroboh
Terjatuh karena terburu-buru ingin kembali ke mejaku
Yogurtku pun tumpah
Sial sekali pikirku sebal
Tak dinyana dia menghampiriku
Memberiku selembar kertas tissu sembari membantuku berdiri
Lagi-lagi, ada pesan di kertas itu.
Pipiku memerah seketika membacanya
Kucari dia dan dia berdiri di balik konternya.
Mengulurkan semangkuk plastik yogurt dan tersenyum manis.
Untukkukah?

Yogurtku yang biasanya asam dan hambar terasa semanis gula.
Aku tersenyum sendiri.
Aku menoleh dan lagi mata kami bertemu.






28.03.2010
01.26 am



-Erinda Moniaga- 

Tuesday, February 8, 2011

greetings :D

FINALLY,
I've made my blog! after many many times been in critical thinking about the pros and cons of making a blog, after several meditations beside my fish pond, i decided to make a blog. yes, my BLOG! (mmm, it sounds like 'belog' somehow, geez). it's not easy, you know. *sigh*
well, after I decided to make a blog, I must faced a new problem : what is the name of my blog?
it's never been easy to choose the name! i wanted to make it simple, but when I read my friend's blogs with unique and original name, I became sort of confused. Again, I was drowning in a deep thoughts, about naming my blog. Again, I gotta meditated beside my fish pond.
My silly names from junior high time has passed in my mind, you know, like Penjor, Mentega, or any weird names, but I thought those weren't suitable. Imagine, Penjor. What is it crossing in your mind when you read Penjor? Yes, a tall bamboo stick, and in my blog, I'm not promoting anything related to Penjor nor a travel agent. Whew, singkat cerita, I named it Erin's-Notes. I'm not creative enough to make a super name -_-
but that's me, simple. I just think that here, in my blog, I'm just gonna write anything I think interesting. Some poems and short stories. Just like my first tagline >> every word, every move, and every expression has its own meaning. Here, I'm noting it. It's all about meaning (or semantics, in way Bu Puspani say it) .The meaning of everything and I will translate it in my own way. Simple, isn't it? :D

Enough about that, now let me introduce myself a bit. My full name is quite long, Natasha Erinda Putri Moniaga. The only child from my parents, my dad is a Manado, my mom is a Balinese from Puri Denpasar. Being the only child is quite lonely sometimes, you see I don't have any brothers or sisters to fight to ( oh yeah, i like fighting :P ). I like, very much like, being called Erin, but my friends sometimes--no, not sometimes, always called me with several silly names. And I won't mention them, of course. Simply, called me  Erin. 
Right now I'm in 6th semester in two different colleges, Institut Seni Indonesia Denpasar and Udayana University. I'm taking double-major which are very contrast >> English Literature and Design of Visual Communication. You could say that I take double major coincidentally, it doesn't matter. I prefer say it destined, oh yeah. The reasons behind it was too funny. I bet all my friends knows it, lol.
You could see how stress I am about managing both those majors in my facebook account, especially in times when my lecturers kindly give me lots of assignments -_-
lately I realized that majoring design it's not so much fun. It's not that I hate it, nooo. It's not just my place. I don't belong there.
I want to major in psychology, studying about people's mind sounds interesting. :3 
But I don't regret my decision taking double-major. I could have many friends :)
I love my friends even though they don't (maybe, just sayin', lol)
what else I should tell?

That's it for now.
I just wanna say my greetings :D

Welcome to my blog, Erin's-Note.

-Erinda Moniaga-