Pertama kali aku melihat dia adalah di gelato booth depan rumahku.
Gadis berkulit sawo matang berambut pendek sebahu yang manis.
Dia membeli gelato dengan cone dan dengan sumringah memakannya.
Wajahnya tak bisa kulupakan.
Jujur saja, aku tidak suka gelato.
Apa sih enaknya gelato?
Apa bedanya dengan es krim biasa?
Hanya nama, mahal pula.
Esoknya kulihat dia lagi!
Tentu saja di gelato booth seberang sana
Membeli gelato lagi!
Dia suka gelato ya?
Aku kehabisan hitungan.
Setiap sore dia selalu ada di sana.
Membeli gelato dengan riang gembira.
Sebegitu sukanya?
Aku jadi penasaran.
Satu sore aku mampir.
Dia ada di sana, berdiri dengan satu jari di bibir, alis menyatu tanda berpikir.
Aku berdiri di sisinya, pura-pura ikut memilih.
Kudengar dia menghela napas seraya bergumam,
"pilih yang mana ya?"
Aku spontan menoleh ke arahnya.
Dia menoleh ke arahku, nyengir.
"Bingung pilih yang mana, semua enak," suaranya melengking manis.
"Vanilla enak," aku mendengar diriku menyahut.
"Benarkah? Oh ya, aku belum mencobanya. Trims, " dia tersenyum.
Senyumannya mengusikku.
Astaga.
Hari-hari berikutnya aku tidak melihatnya menyambangi gelato booth itu lagi.
Seharusnya itu bukan urusanku.
Lalu mengapa aku kepikiran?
Ada yang kurang rasanya....
Aku tidak suka gelato, lalu apa yang kulakukan di booth ini???
Sungguh, aku merasa bodoh sekali.
Petugas di konter menyapaku,
"Mau beli yang rasa apa, Bli?"
Sial, aku bodoh datang ke sini!!!
Aku menggerutu sebal seraya berkata, "Vanilla."
Aku menggigit gelatoku.
Manis. Lumer di lidah, mendinginkan hatiku.
Menyegarkan.
Inikah yang dia rasakan setiap memakan gelato?
Setelah itu, aku jadi rajin datang ke sana.
Sumpah, aku bodoh sekali.
Padahal yang kucari tak kunjung ada.
Aku baru mau menyuap gelatoku ketika (akhirnya) dia datang.
DEG. Jantungku mulai berdetak tidak karuan.
Apa maksudnya?!?!
"Hai. Kamu yang dulu itu kan?" dia menyapaku dan bahkan mengingatku!
Jantung ini berdetak makin cepat.
ARRGHHHHH.
"Sering ke sini?"
"Belakangan ini," jawabku kaku.
"Gelato di sini memang enak. Kau suka rasa apa?" dia melanjutkan, ramah.
"Vanilla."
"Wah, sama!" dia menunjukkan senyumannya, hatiku berdesir.
Dia membeli gelato yang sama denganku, rasa vanilla.
Persis ketika dia hendak melangkah keluar, tiba-tiba turun hujan, tetapi tidak deras.
"Yaahh, hujan."
Aku mendekatinya.
Jantungku serasa mau meledak.
Yang kutahu berikutnya,
aku dan dia berjalan berdampingan di bawah payung di tengah hujan gerimis.
Sampai dirumahnya, yang tidak begitu jauh dari gelato booth, dia mengucapkan terima kasih.
"Sama-sama," sahutku.
"Daaahhhh!!!" dia melambai, aku mengangguk kemudian berbalik pergi.
Tidak rela sebenarnya.
"Sampai jumpa besok!" teriaknya.
Aku berpaling.
Kulihat dia tersenyum lebar.
Gila.
Aku harus segera ke rumah sakit untuk memeriksakan jantungku.
YESSSSSS!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
29.03.2010
10.26 pm
-Erinda Moniaga-
No comments:
Post a Comment