every word, every move, every expression has its own meaning. here I'm noting it.

Wednesday, February 9, 2011

Caramel Java Chip

~The Girl~

"Caramel java chip!"
aku bergegas ke konter dan kemudian terdengar suara BRAK serta DUK.
"ouch!" teriakku dan seseorang bersamaan.
dahi kami bertabrakan.
kacamataku terjatuh dan semua berubah buram.
aku berjongkok dan berusaha menemukan di mana kacamataku berada.
aku melihatnya di dekat kaki orang kutabrak dan cepat-cepat mengambilnya.
dan dunia malah semakin buram tidak karuan.
"Maaf, Mbak, itu kacamata saya."
Aku menengadah, wajah di depanku masih samar.
kulepas seraya berkata, "Maaf."
dia tersenyum lalu menyerahkan kacamataku.
"Maaf sudah menabrakmu. Kamu pesan caramel java chip juga?"
Aku mengangguk, belum mengenakan kacamata, sibuk mengelap lensanya.
Lalu gelas frappucino masuk ke titik fokus mataku.
"Silakan duluan," katanya, dengan suara yang kuasumsikan ramah karena aku belum melihat wajahnya.
Kuterima gelas itu lalu berbalik dan berkata, "Trims!"
"Kembali!"
Saat itu tak kuduga aku akan menyesal karena tak mengenakan kacamataku.


~The Boy~
Gadis yang aneh.
dia masuk ke kedai ini dengan ransel yang terlihat begitu berat seolah-olah membuat punggungnya bungkuk.
kini dia berlalu pergi seperti dikejar-kejar sesuatu yang mendesak.
ada apa gerangan?
aku hampir menginjak sesuatu ketika memutar badanku.
sebuah notes berukuran 15x10cm dengan sampul hijau zamrud.
kuambil seraya membukanya.
kulihat tulisan dengan huruf bulat-bulat rapi di sana.
tertulis namanya di kolom nama dan informasi lainnya,
tak kusadari senyumku tertarik.
petugas konter berteriak, "Caramel java chip!" 
kukantongi notes itu sementara mengambil kopiku.
akan kutunggu dia.


~The Girl~
aku merasa canggung duduk di pojok kedai ini.
rasa-rasanya ada yang mengamatiku.


~The Boy~
kurasa dia tidak mengingatku sama sekali.
kenapa bisa?


I.
Selama seminggu, tujuh hari berturut-turut si gadis dan si lelaki mengunjungi kedai itu
Dan selalu duduk di pojok yang berlawanan.
berhari-hari telah berlalu namun si gadis seolah lupa akan notesnya yang bersampul hijau zamrud
Dia rajin menyambangi kedai kopi tersebut, memesan caramel java chip favoritnya
Tanpa menyadari bahwa lelaki di sudut sana mengamatinya gemas sekaligus penasaran.

II.
Laki-laki itu tak bosan-bosan memandangi si gadis dari ujung berlawanan, 
Memperhatikan apa saja yang dilakukan si gadis
Bagaimana ekspresinya saat membaca buku-buku diktatnya
Bagaimana dahinya mengerut saat berpikir keras
Bagaimana lesung pipi perlahan muncul saat bibir si gadis tersenyum
Tak disadarinya, hatinya tertawan

III.
Si gadis selalu mengagumi punggung lelaki berkacamata yang setiap hari dia lihat dari sudutnya
Lelaki itu mencangklong pipa tempat membawa gambar
Pasti dia mahasiswa teknik
Kadang-kadang dia memberanikan diri melirik dari sudut matanya, melihat apa gerangan yang sedang dia kerjakan di sudut sana
Mata cokelat dibalik kacamatanya bersinar 
Suaranya dalam dan familier
Si gadis merasa pernah mendengarnya entah di mana
Tiap hari, dia selalu meliriknya, sembunyi-sembunyi

IV.
Akhirnya mereka mengadakan janji untuk bertemu lewat telepon
Karena si laki-laki sudah tidak tahan dan gemas
Penasaran sekaligus gelisah
Menunggui dan tanpa sadar mengamati hingga tidak mampu beralih
Sedang si gadis tercenung sendiri menerima telepon dari seorang lelaki dengan suara dalam dan familier itu
Keduanya menanti sepenuh hati pada hari mereka bertemu


~The Girl~
Okelah, sudah satu jam lebih aku menunggu di sini 
Haruskah aku pergi saja?
Jangan-jangan aku sudah dibohongi.
Tapi memang benar ciri-ciri notesku yang hilang yang dia sebutkan
Dan suaranya mengingatkanku padanya, si cowok berkacamata
Tunggu atau kutinggalkan saja?


V.
Hampir saja si gadis beranjak meninggalkan tempat duduknya, 
Ponselnya berbunyi nyaring,
“Maaf, maaf, ini aku. Apa kau masih di sana? Kelasku selesai lebih lama hari ini. Maaf.“
Si gadis tak mengerti mengapa hatinya justru melambung ketika mendengar suaranya.
“Masih. Di mana kau?”
“Aku sudah sampai.“
“Beritahu aku ciri-cirimu.“
Saat mengatakan kalimat itu, di sisi si gadis berdirilah laki-laki berkacamata yang saban hari diamatinya di kedai kopi.
Peluh bercucuran, satu tangannya menggenggang ponsel di telinga, satunya lagi memegang notes bersampul hijau zamrud.
Saking kagetnya, sesaat si gadis tak mampu berbicara.
Di adalah laki-laki yang dulu ditabraknya.
“Maaf membuatmu menunggu,“ kata si laki-laki, eskpresi wajahnya sarat rasa sungkan.
“Tidak apa, aku tahu kau akan datang,“ sahut si gadis.
“Aku selalu mengamatimu di dalam kedai kopi.“
“Aku juga.“
Jeda sepersekian detik. Mata dengan mata memandang.
“Bolehkah aku berkenalan denganmu?“
“Tentu saja,“ balas si gadis, dengan mata berbinar-binar

Mata mereka saling menatap sementara tangan mereka berjabat.

Ada kehangatan di dalam sana.





28.03.2010
08.36 pm

-Erinda Moniaga-

No comments:

Post a Comment