every word, every move, every expression has its own meaning. here I'm noting it.

Sunday, August 21, 2011

Never Knew I Needed

[previous: Moonlight]




Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sesungguhnya tengah terjadi. Apa-apaan ini? Permainan baru dari Luke? Jenis bercandaan terbaru? Lelucon paling mutakhir? Pembodohan berkedok? Apa? Apa??

      What exactly are you looking for, Abigail?

Kalimatnya terus terngiang-ngiang di kepalaku. Mau tidak mau aku memikirkannya. Sejujurnya aku bahkan tidak tahu apa yang sedang kucari.
      Siapa yang aku tunggu?
      Aku tidak pernah benar-benar mengerti diriku sendiri.
     
      Jangan pergi, Abigail.

      Bayangan ekspresi Luke hadir lagi dalam benakku. Dadaku semakin sakit.
      Tidak, tidak, dia Lukasz! Lukasz, that heartless playboy! Don’t let him confused you, Abigail.

      Is it that hard to believe me?

      Perasaanku terjerembap.
      Hatiku merapuh laksana perkamen-perkamen tua usang yang tak layak pakai. Hatiku yang tidak bisa kubaca. Hatiku yang segelap malam tanpa bintang dan bulan.
  
     Dear heart...
      What do I have to do?

***

Berapa hari yang telah berlalu tidak kuperhatikan. Aku hanya menjalani hari-hariku yang biasa, rutinitasku yang sama, tanpa ada lagi interupsi dari Lukasz. Hidupku yang sistematis tidak pernah lagi dikacaukan oleh probabilitas yang selalu dibawanya. Pagiku yang indah, damai, dan teratur tak pernah pula dikacaukan oleh bunyi gebrakan pintu kamarku. Tidak ada yang menyuruhku ke Ambrosia. Tidak ada yang menyuruhku untuk segera pulang. Tidak ada yang menyuruhku untuk tidak memusingkan tugas. Tidak ada lagi yang memainkan Moonlight Sonata.

      Is this what I’m truly looking for?

***

Aku dan Luke adalah magnet dengan masing-masing kutub yang berbeda. Kami menganut paham dan sistem yang berbeda, namun ajaibnya, kami tetap bersisian. Duniaku yang penuh rutinitas dan hierarki dengan dunianya yang penuh dengan probabilitas tanpa batas, tapi kami tetap bersisian. Kami memiliki kutub yang berbeda, apakah itu sebabnya kami selalu saling tarik-menarik, tak terpisahkan, seberapa jauh pun jarak yang membentang?

***

Suatu malam, entah telah berapa minggu berlalu, udara terasa begitu gerah. Aku pergi ke balkon kamarku yang menghadap kamar Luke. Aku tidak pernah bertemu lagi dengannya sejak saat itu, dan sejak saat itu aku merasa dia tidak tinggal lagi di kamar seberang sana. Tuh kan, lampu kamarnya mati lagi.
      Lukasz bego, rutukku sembari bersandar di kusen pintu, terduduk pasrah. Aku mengambil ponselku, mencari-cari namanya di daftar contact. Aku tinggal memencet saja, dan langsung, pasti terhubung padanya. Masalahnya adalah... aku tidak punya keberanian.
      Lukasz bego, bego, bego!
      ...
      Suara piano? Aku bangkit, bergerak cepat ke tepi balkon. Seketika pandangan mataku mengabur. Luke ada di sana, di kamarnya, jendela balkonnya terbuka, aku bisa melihatnya memainkan pianonya, nocturne in E flat-major milik Chopin. Lagu pengantar tidurku.
      Luke ada di sana.
      Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku bertemu dengannya?
      Apakah dia sehat?
      Bagaimana pekerjaannya?
      Ada banyak... ada banyak sekali pertanyaan yang ingin kusampaikan padanya. Terlalu banyak, sampai rasanya tenggorokanku tercekat. Aku bertopang dagu di atas dinding balkon, memandanginya dan menunggunya selesai memainkan piano.
      Luke selesai. Untuk beberapa saat dia tidak bergerak dari balik pianonya, hanya menengadah, menatapku yang ada di seberang sini.
      Percayakah kamu mata sanggup mengutarakan kejujuran melebihi kata-kata?
      Namun adakalanya sesuatu tidak akan tergenapkan jika tidak diucapkan. Aku dan Luke sama-sama tahu, hanya dengan melihat mata kami masing-masing. Dia berdiri, menyeberangi kamarnya, ke luar menuju balkon. Ada jarak dua puluh meter membentang di antara kami, tetapi kami tetap berhadap-hadapan.
      Ponselku bergetar di saku.
      “Abigail.“
      “Luke.“
      Kami sama-sama berdiri tegak di balkon, dengan masing-masing ponsel kami menempel di telinga.
      “Kamu tau gak? Aku belum pernah patah hati seperti ini. Aku belum pernah merasakan kehilangan, Abigail, tidak. Sampai waktu kamu mengabaikanku.“
      “Luke, aku---“ baru aku mau berbicara, seperti biasanya dia selalu memotong perkataanku.
      “Let me tell you all first. Please listen to me.“
      Aku mengangguk.
      Dalam bola matanya saat ini, hanya ada aku. Begitu pula sebaliknya, dalam mataku, hanya ada dia.
      “Sebelum ini kamu sempat bertanya apa yang sebenarnya aku cari. Kamu benar, aku memang kesepian. I was looking for something yet I didn’t realize what it was. I wandered everywhere, tried to find it but I found it nowhere.

      Jeda sebentar.

      “That day, when I saw you collapsed... you would never know how scared I was. You reminded me about the accident when I shot you. I couldn’t think anything; I couldn’t do any single thing until you opened your eyes. I was frightened that I might end up losing you. You’d never know, Abigail... how grateful I was when you finally woke up.
    
   “Then you asked me what I was looking for. You told me that I was such a heartless jerk. By that time, I understood... you are what I’m looking for all of my life. You are my sunshine and moonlight, Abigail.
    
   Enough, Luke...

    “Aku tidak pernah sadar sebelumnya karena kamu selalu di sampingku. Apapun yang sudah aku lakukan, sejauh apapun aku pergi, aku tidak pernah sadar bahwa aku pasti akan kembali pulang. Padamu. Justru karena kamu selalu ada, aku malah tidak pernah sadar.

      Luke...

      “No wonder I was a heartless jerk. You’ve taken my heart away, Abigail.“

      “It’s enough, Luke.“

      “Enggak, aku gak mau diam! Aku belum selesai bicara.“

      Aku berbalik, masuk ke kamar.

      “Kamu harus dengar perkataanku sampai selesai, Abigail!“

      “Aku bilang cukup, Luke.“

      Kubanting pintu kamarku menutup.

      “Kamu gak boleh pergi, Abigail, aku belum selesai, please, listen.“

      “Luke.

      Aku menuruni tangga dengan cepat.

      “Aku gak mau kehilangan kamu lagi, tauk!“

      Aku berhenti di dasar anak tangga. Luke terengah-engah dan nampak panik, berdiri di seberang sana, di depan tangga menuju kamarnya di lantai dua.


      Aku memutuskan telepon, memasukkan ponselku ke saku. Luke melakukan hal yang sama.

      “Kamu gak tau aku parah, Abigail, sejak kamu diemin aku,“ Luke berjalan menyosongku. “Aku berusaha meyakinkan diri sendiri kalau aku hanya salah ngomong, berhalusinasi, berimajinasi, atau apa saja, tapi gak bisa! Aku gak bisa kalau kamu gak ada---

       
      “Don’t come near me.“

      
        Lukasz berhenti berjalan.


      “Why, Abigail?“ sorot mata Luke berubah. Seperti... tersiksa.


      “Are you sure about your feeling? Are you sure that it’s not just a sudden feeling---

 
     “No.“


      “---because, you know, there are lots of beautiful girls queueing outside, waiting for you---


      “Like hell I care.“


      ---or maybe you just panic and emotional, you couldn’t think properly---


      “No.“


      ---that actually you just afraid because you’ll gonna lose your... servant---


      “NO, Abigail!“ Luke meraung. “Don’t repeat the same gibberish!“


      Aku tidak bisa menjelaskan seperti apa caraku memandangnya sekarang, aku bahkan tidak tahu sedang membuat ekspresi seperti apa. Jarak yang membentang di antara kami akan habis cukup dengan beberapa langkah kaki, namun masing-masing kaki kami tidak beranjak.


      “Aku bukan siapa-siapa Luke,“ gumamku setelah berhasil menemukan suaraku. “Aku cuma temanmu sejak kecil, pelayan. Tidak lebih.“


      “Aku gak ada urusan sama pelayan, teman sejak kecil, atau apapun istilahnya. Yang kulihat selama ini adalah Abigail,“ sahutnya tegas. "It's about Lukasz and Abigail. About me and you."


      Suara Luke tegas sejak awal, sama sekali tidak ada tanda-tanda keraguan. Yang meragu itu... aku. Tanpa kusadari aku meremas jari-jariku, perasaanku campur-aduk.


      “Aku hanya ingin mendengar langsung darimu, Abigail...“ dia melanjutkan, “karena aku tidak bisa kalau kamu tidak ada. Aku parah. Aku kehilangan. Aku patah hati. I just... can’t. Without you.“


      Napasku terasa sesak.

  
    “Please believe me, Abigail. Aku nggak tahu harus bilang apa lagi, aku hanya ingin mendengar jawabanmu, itu saja. Aku nggak mau kehilangan orang yang benar-benar berharga buatku la---


      Aku memeluknya.


      Dia langsung membisu.


      “A... bi?“


      Aku tidak bisa berkata-kata. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Aku hanya diam dan memeluknya, berharap dia mengerti bahwa pelukan ini... bukan pelukan perpisahan.


      Lengan Luke perlahan melingkariku.


      Ada kesunyian mutlak melingkupi kami di sini.


      Yang terdengar hanyalah degupan jantung yang keras dan cepat.


      Degupan jantung Luke.


      Degupan jantungku.


      Jantung kami berdua.


      “I miss you, Luke. I’m really missing you.“


      Aku dan dia adalah kutub magnet yang berlawanan.


      Maka dari itu kami akan selalu saling tarik-menarik.


      Tak peduli seberapapun jauh jarak yang memisahkan.


      “We are no different,“ gumamku. “Aku gak pernah sadar apa yang aku cari, karena yang aku cari sudah ada sejak awal. Aku sudah pergi jauh mencari sesuatu yang sebenarnya dari awal tidak perlu dicari...“


      Aku melepaskan diri, menatap langsung ke dalam matanya yang jernih.


      “Karena aku sudah menemukannya.“


      Kami bertatapan, entah selama apa.


      “Aku kangen kamu, tauk,“ celetuk Lukasz.

     "I miss you. More. More than you can imagine."


      Pelan-pelan aku merasa wajahku memanas. Mataku mulai berkaca-kaca. Semua pertanyaanku yang sudah berhari-hari menyesakkan dadaku, langsung dijawab olehnya, bahkan tanpa perlu aku tanyakan.


      Ekspresi Luke menjadi sangat lembut, dia meraih wajahku, dengan kedua ibu jarinya dia menghapus titik-titik air mata yang mulai bermunculan di ujung mataku.


      “I won’t go anywhere, Abigail. I’ll be by your side.“


      “You know, Luke, you’ve taken my heart away since you shot me down. Literally.“


      Dia terkekeh. “Berarti kita sama, because you too have taken my heart away. Aku bahkan gak sadar sejak kapan.“


      Sejak awal, kami sudah ditempatkan bersama, saling bersisian, dengan kutub magnet yang berlawanan, agar kami tidak berpisah.


      Kami saling mencari tanpa menyadari bahwa sejak awal kami sudah saling menemukan.


      Dia menempelkan keningnya di keningku.


      “I love you.“


      Kami berkata bersamaan.
    







Erinda Moniaga ©
August 8 - 21, 2011
5.55 pm

52 comments:

  1. Nice. . .
    Mengharukan. . .
    T^T

    “You know, Luke, you’ve taken my heart away since you shot me down. Literally.“
    pas bgt kata2ny...
    hehe

    ReplyDelete
  2. Yu-chan : kritikan ada gak? ngebosenin? bikin ngantuk?
    apa gitu??

    ah, iya. aku sendiri kaget tanganku nulis dialog kek gitu, wkwkwkwk

    ReplyDelete
  3. "Percayakah kamu mata sanggup mengutarakan kejujuran melebihi kata-kata?" i love that words! dan ini part yg paling aku suka, when abigail realized that Luke is she looking for, godd ending dear, :*

    ReplyDelete
  4. Risty : ehehehe, aku juga suka kata2 itu! kalimat lanjutannya juga aku suka: Namun adakalanya sesuatu tidak akan tergenapkan jika tidak diucapkan.

    aku seneng bagian Moonlight ama ini.
    apalagi kalo denger Moonlight Sonata ama Never Knew I Needed sambil baca, kerasa jleb gitu dah, kwkwk

    ada kritikan gak Risty?

    ReplyDelete
  5. ngebosenin'ny udah hilang am flashback mreka yg menyedihkan...
    trus, itu dah kerasa je sesak'ny pas baca ampe yg kedua...
    dan semua berakhir baik...
    ^^

    ReplyDelete
  6. Yudha: bagian flashback itu momentum! dari situ bisa diliat kalo mereka emang sudah terikat takdir sedari awal *uhuk*
    trus bagian Abigail sakit itu juga sangat momentum buat Luke, karena itu makanya dia sadar siapa yang dia cari.

    tumben eke membuat cerita pendek yang sepanjang ini...

    ReplyDelete
  7. untuk part yang ini ga ada kritikan rin, aku udah cari2 tp ga ketemu :p , aku cm sempet agak bosen waktu part yg "sunshine" di bagian tengahnya itu aja, tapi selebihnya aku suka :D

    ReplyDelete
  8. iyaa... bener, bener...
    setelah momentum thu, ceritanya jadi tmbah menarik...

    banyak kata2 yg menggugah juga...
    kayak, kata2 yg mncul saat Abigail trhanyut dalam dimensi permainan piano si Luke...
    XD

    ReplyDelete
  9. Risty: haiya, makasi Risty :*
    iya, aku sudah perkirakan keknya yang di Sunshine itu di bagian pertengahan pasti ngebosenin. tapi kalo gak isi penjelasan latar belakang kehidupan mereka kok rasanya kurang afdol gitu.
    semakin ke belakang semoga semakin seru, aku terpengaruh banyak ama Moonlight Sonata-nya Beethoven. di lagu itu, part 1 ngebosenin banget, tapi part 2 ama 3 keren.

    Yudha: bagian yang seru harus dimunculin di belakang2 dong, wkwkwk
    ada kata favoritmu?

    coba dengerin aja Moonlight Sonata. cari yang versi lengkap, yang paling lengkap biasanya panjangnya 11-15 menit. agak ngebosenin awalnya, tapi semakin ke belakang semakin keren.
    ini lagu yang paling menginspirasi sebenernya.

    ReplyDelete
  10. kebanyakan kata2 percakapan mereka yg pake bahasa Inggris keren2 Rin...
    hehe
    :D

    saya mintak lagunya tar ya Rin...!?
    hehehe

    ReplyDelete
  11. Yudha: sejujurnya, waktu ngetik percakapan bahasa Inggris, aku takut salah grammar, wkwkwk

    Oh, boleh2, gamvang. dikampus? sekalian transaksi anime2, wkwkkw

    trus, trus, brati ada kritikan lagi gak?

    ReplyDelete
  12. Behh... masa Dewi Bahasa bisa salah grammar??
    wkwkwkwk
    XD

    besok aq kkmpus... mmpung free KKN besok...
    hehehe

    ReplyDelete
  13. ohya,, free dari kritikan juga...
    :D

    ReplyDelete
  14. what should I say?
    Ini ciri khas kamu rin :D
    cerita yang selalu punya momentum dan akhir cerita yang walopun udah bisa ditebak tapi tetep aja aku baca...ehehehehe

    another nice story from you :D

    p.s : i'd be very happy if you spare your time to read my blog...kekekeke *promosi*

    ReplyDelete
  15. Yudha: arigato :)

    Sasmith: eh? benarkah semua ceritaku segampang itu ditebak????

    ReplyDelete
  16. pernah bikin yang kisah cintanya 'Mecladukan' yg mlibatkan byk tokoh ga Rin??
    jdi ga ktahuan hasil akhir kisah mereka...
    :D

    ReplyDelete
  17. Yudha: yang ribet gitu maksudnya? yang ribet trus ngambang gitu?

    ReplyDelete
  18. jgn nae sampe ngambang...
    klo berhasil bkin semua nyambung, kan hebat brrti kmu....
    XD

    ReplyDelete
  19. Yudha: antara 4 biji manusia udah pernah...
    paling sering bertiga, tapi yang 1 orang itu saru2, gak keliatan...
    mungkin nantian.
    (rencananya) misi selanjutnya buat cerita yang bisa bikin galau kalau dibaca...

    ReplyDelete
  20. hoho
    ciieeeeh Galau...
    yahh,, lanjutkan dah Rin...
    semoga semuanya bisa tercapai...
    :D

    ReplyDelete
  21. hahaha...jangan panik rin =P
    maksudku ceritamu itu *nyari kata yang lain* ciri khas kamu *gagal nyari kata lain* hehhehe

    ceritamu pasti punya ending yang twist dari jalur awal ceritanya...kira-kira begitu *garuk-garuk kepala*

    ReplyDelete
  22. Sasmith: mmm....
    okeh, anggep aja aku ngerti.
    brarti ceritaku rata2 emang gampang ditebak?

    ReplyDelete
  23. jalurnya iya
    isinya...ga juga
    =)

    ReplyDelete
  24. Sasmith: hmm...
    ada temenku yang bilang ceritanya terlalu gampang ditebak en kurang complicated.
    kamu juga bilang hal yang sejenis...
    hmmm...
    *tenggelam dalam diri sendiri*

    ReplyDelete
  25. Penambahan percakapan di depan tangga thu ya??

    ReplyDelete
  26. yoa...
    temenku, Caca, bilang 'drama'nya kurang...
    well, I tried to add some 'drama'
    not sure whether it's getting better or not.

    ReplyDelete
  27. yg sebelumnya lngsung k adegan pelukan kan?

    aq rasa, ini jdi lebih baik lagi R...
    :)

    ReplyDelete
  28. apakah tempo ceritanya jadi lebih enak dibaca?

    ReplyDelete
  29. Kalo menurut q sih bagus R...
    menekankan tersiksanya perasaan mereka saat adegan d tangga thu brlangsung...
    yg d awali “Don’t come near me.... blablabla...
    :D

    ReplyDelete
  30. baiklah...
    terima kasih komentarnya YUdha-san :D

    ReplyDelete
  31. hahaha..now i know how depressed abigail was waktu dia sendirian...yang baru ini menurutku bisa menggambarkan perasaan keduanya lebih lengkap :D

    ReplyDelete
  32. more than perfect dear, aku udah baca lg, disini emosinya lebih dapet, masukan dari caca oke juga :D

    ReplyDelete
  33. Sasmith: jadi tambahannya gak bikin jelek kan?
    yokatta. domo arigato :D

    Risty: thank you, dear. aku iseng2 nyoba nambahin. syukur2 bagus jadinya.
    thanks Risty dear :*

    ReplyDelete
  34. ha666 komennya sama yang ini aja:
    Sudahkah hatimu bergembira membuat seorang perempuan yang memiliki hati tak bertuan ini menginginkan seorang tuan yang mampu mengambil hatinya dan mengalihkan dunianya??

    Cheers,
    Gabz Starr

    ps: nasib seorang jomblo
    nb: i married to ringo starr

    ReplyDelete
  35. Chrome Rainbow: em... aku mesti bilang apa dong?
    di ostrali pan banyak cowok2 tuh...
    masa ga ada yang nyantol?

    eh, komenin ceritanya doooong!
    kritikan? saran?

    ReplyDelete
  36. iyeeee
    kritiknya : bikin gw suka kehilangan nada bacanya,,, masa lagi mellow tiba-tiba ngakak gara2 "Jeda sebentar" be frankly my dear bikin gw ngakak tanpa sebab,,, mikirin expresinya abi..
    saran: bikin gw cerita ya,,, remember castnya gw sama ringo starr!! love you...

    ReplyDelete
  37. Chrome Rainbow: wkwkwk, jeda sebentar.
    abis purak2nya emang si Luke diem sebentar sih... :P

    lo ama Ringo Starr? tak coba ya, dear :)

    thanks so much uda baca yaaah...

    ReplyDelete
  38. bs ga erin klo bikin crita thu yg ga bikin aku kyk orang gila...?

    ReplyDelete
  39. Suma : mohon penjelasan yang lebih detil, apa yang dimaksud dengan kalimat pertanyaanmu di atas. Kalo bisa jelasin 5w1h :P

    ReplyDelete
  40. Suma : -______________________________-

    ReplyDelete
  41. whatever suits you laaah...

    okeh2 waaeee...

    ReplyDelete
  42. lelucon paling mutakhir.., lelucon kelas dewa...

    ReplyDelete